Saya mengalami suatu kegundahan yang luar biasa selama ini. Ada suatu masalah besar, besar sekali - itu menurut kapasitas seorang Luky Ekowati. Kegundahan itu mulai mengusik saya, atau tepatnya mulai saya sadari sejak saya belajar hidup mandiri untuk melanjutkan sekolah dikota hujan. Semakin lama semakin mengusik, cenderung mengganggu dan akhirnya malah menjadi borok di hati saya.
Saya mengalami pertentangan batin yang sangat-sangat hebat. Kontradiksi. Terombang-ambing. Saya tau saya tidak boleh marah , harus menerima semua ketidakadilan ini - saya mendari hal ini sebetulnya hanya akan menyeret ke arah dosa yang lebih besar. Tetapi saya tidak bisa mengendalikan amarah saya ini. Saya tidak bisa menerima ini , tidak boleh seorang manusia pun yang boleh bersikap demikian terhadap manusia lain. Ini jelas tidak benar,jelas tidak adil dan yang saya inginkan hanyalah kebenaran, saya hanya diperlakukan adil. Itu saja. Titik. Sayang sekali manusia lain itu tidak tahu apa yang selalu menjadi prahara di hati saya.
Waktu terus berjalan, saya semakin dewasa, dan bahkan seharusnya sudah matang. Matang dipohon. Tetapi lihat....saya masih berada dalam lingkaran tak berujung ini, rasanya seperti berada di samudera luas yang entah kapan saya bisa berlabuh. Berbagai perasaan marah , bosan, sedih, sudah terlalu lelah saya rasakan - inipun tidak mengusir pergi penyakit hati saya. Saya sudah pergi ketimur, ke barat, ke utara, ke selatan, ke timur laut, ke barat daya dan ke tenggara. Seluruh penjuru mata angin sudah saya jajaki, tetap saja jejak kotor ini tidak pula terhapus.
Kadang akal sehat saya mampu meredam, sehingga suasana hati saya bagaikan laut yang tenang dan berlangit biru. Tapi sering pula hati saya mengalami badai - sungguh ; badai yang bisa menjungkirbalikkan apapapun yang ada di samudera itu.
Berpuluh tahun saya mencoba berlabuh, tidak banyak pelabuhan yang bisa saya singgahi - melabuhkan hati saya ini . Tapi saya pun tidak bisa begitu saja singgah disetiap pelabuhan. Ini rahasia. Rahasia besar hati saya. Seandainya manusia itu tahu apa yang saya rasakan ini terjadi - sesuatu yang buruk dan runyam pasti akan terjadi dan akan menjadi penyesalan seumur hidup bagi saya. Pelabuhan ini pun tidak sepenuhnya melepas dahaga di hati saya dan membuat hati saya damai. Berbagai cara saya pun sudah saya coba tempuh, mencari jalan keluar dari samudra ini. Hasilnya - Nihil.
Putus asa, iya saya merasa putus asa, sangat. Tidak tahan dengan hati saya laksana roll coaster -tidak menentu. Mungkin sebetulnya hati saya ini sudah bernanah dan busuk...belasan tahun bahkan mungkin lebih, malah bisa jadi sama dengan umur saya, penyakit hati ini selalu berkecamuk dikepala saya..... saya berusaha melupakan sama sekali ?? ingin rasanya mengalami amnesia - pernah tetapi hanya sesaat.
Pertentangan dihati saya terus terjadi. Keinginan untuk mengungkap semuanya dan pencarian keadilan sudah ada diujung bibir saya sebelum akhirnya akal waras saya membungkam kembali bibir saya dan mematahkan langkah saya. Saya menyadari hal ini hanya akan menyisakan carut di hatinya yang tidak akan pernah hilang sampai kapanpun. Begitu berulang ulang selama beratus ratus kali.
Tiba-tiba ada setitik. Cuma Setitik. Hanya setitik cahaya terang muncul dari timur sana...yah ternyata dari arah timur sana. Setelah belasan tahun Pencarian saya, kegundahan saya, kemarahan saya, mendapatkan jawabannya disaat saya sudah pasrah bertarung dengan hati saya ini, dengan cara yang sangat tidak saya duga. Muncul begitu saja, mengalir begitu saja...lembut sekali memenuhi rongga kalbu saya.
Setelah belasan tahun? Sungguh menyedihkan, mata batin saya sudah tumpul, sedikit demi sedikit saya asah mata batin ini supaya bisa memaknai sabda-Mu ya Allah. Supaya mampu menembus hidayahmu yang bertebaran diseluruh jagad ini.
Saya sadari sungguh indah pencarian ini. Sungguh indah cara Engkau membukakan mata hatiku. Sungguh sederhana jawaban untuk melembutkan yang garang ini, hanya satu kalimat indah yang keluar dari mulut seorang hafizh " Cinta ini hanyalah milik-Mu ya Allah, Cinta ini hanya milik-Mu bukan milik manusia. Engkaulah pemilik Cinta itu dan hanya Engkau pulalah yang memberikan Cinta-mu ini kepada manusia". Kalau memang ini jawabannya saya ikhlas - ikhlas ya Allah.
Diujung sana tampak pelabuhan terakhir hati saya mengedipkan matanya dan memandang saya dengan penuh cinta, kasih sayang dan kesederhanaannya. Pelabuhan itu siap menenggelamkan saya dalam pelukan kedamaian.
Bogor, 18 Oktober 2008.
Ditulis based on my true story