Semalam saya meninggalkan kantor sudah agak larut, sekitar jam 7.30 malam, untuk menunggu bis di halte perlu waktu sekitar 15 menit, praktis sampe di Bogor sudah pukul 8.30 malam.
Alhamdulillah malam itu saya mendapat kemewahan, dijemput papanya Alya. Lumayanlah tidak perlu menyusuri terminal baranangsiang , naik angkutan dan ngojek. Secara badan rasanya dah remuk redam, ya capek ya ngantuk. Semalam saya bikin pembukuan untuk usaha mikro saya.
Sewaktu didalam bis, tepat disamping depan saya , saya perhatikan ada seorang ibu muda yang sedang menggendong anaknya yg sedang tidur, sekilas saya perhatikan...hmmm kayaknya seumuran Asha. Hati saya agak mencelos saat saya berfikir, " Duh anak ini kasihan amat ya, jam segini sewaktu anak lain udah istirahat dirumah, masih aja dikendaraan umum".
Ugghhhhh jadi keingat Asha yang pastinya saat ini sedang bobo nyenyak berduaan sama si kakak diranjang yang hangat dan empuk.
Ternyata saat saya turun di pintu tol Sukaraja Bogor, si Ibu juga sama sama turun. Saya jalan agak tergesa krn sudah malam, ditambah masih ada pr , kepasar plus buat bikin lauk pauk tumpeng alya buat dibagikan disekolah besok pagi jam 8. Saya lihat, bekas pacar saya melambai dari kejauhan. Alhamdulillah sudah dijemput...apalagi mendung tebal menggelayut dikota bogor malam itu. Alamat bentar lagi hujan niy.
Setelah menghenyakkan tubuh saya di jok mobil tua kami, saya meminta papa untuk segera melaju ke arah pasar warung jambu. Saat mobil mulai melaju, mata saya tertumbuk dg sosok ibu dan anaknya yg tadi di bis duduk didepan saya, saat itu terlihat berusaha menyetop angkutan kota dan ditolak oleh angkutannya krn si supir ternyata dah mau pulang. Wah si ibu ini pasti sedang menunggu angkutan, mana jam segini angkutan arah sukaraja sudah susah, mana mau hujan pula.
"Pap, stop-stop.....mama kasian sama ibu yang gendong anak itu, mau gak nebengin pap sampe pertigaan depan aja, kl aja disitu banyak angkot ngetem"
"mbak ...lg mo nunggu angkot ya? mau bareng saya gak sampe pertigaan didepan?"
Mungkin karena sadar saat itu sudah malam dan susah mendapatkan angkutan, si ibu langsung setuju ikut di mobil kami. Si ibu bercerita mengapa dia terpaksa membawa anaknya yg ternyata seumuran asha persis, terpaksa pulang malam-malam pulang dari Jakarta karena beliau meneruskan kuliah yang tinggal 1 bulan lagi.
Seminggu 3 x si ibu ini menitipkan anaknya dirumah orangtuanya dijakarta dan menjemputnya kembali sepulang kuliah dan memaksa pulang ke Bogor malam hari, karena rumah & suaminya pun tinggal di Bogor. Dan ini sudah berlangsung selama hampir 6 bulan terakhir.
Dari percakapan kami, ibu itu tidak nampak menjadikan hal ini menjadi sesuatu yang memberatkan, padahal saya kasian setengah mati dg kondisi si anak malam malam begini bleum sampe dirumah. Malahan saya menangkap rona bahagia saat menjalani kehidupan seperti ini dalam nada bicara ibu itu. Meskipun malam itu suaminya yang juga harus terpaksa mengais rezeki dengan menempuh jarak 150 KM ke Serpong dg mengendarai sepeda motor setiap harinya dan terpaksa tidak bisa menjemput dia dan anaknya, sang ibu tetap terlihat menikmati perannya.
Tanpa saya sadari air mata saya meleleh pelan. Ugggggghhhhh.... Asli saya saat itu sedih. Sedih dg keadaan diri saya. Hati saya berkecamuk, masih banyak teman dan sodara kita yang menjalani hidup dg perjuangan sekuat tenaga, tanpa kemudahan , tanpa fasilitas apapun. Tapi tampaknya banyak diantara mereka tidak mengeluh sedikitpun. Justru syukur dan ikhlas yang saya temui di raut wajahnya.
Ya allah jadikan hambamu , orang yang selalu ikhlas dan bersyukur ya allah.
Meskipun saya sudah tahu jawabnya, setengah berbisik syaa minta persetujuan ,"Pap, mama kasian sama mereka, ini dah mau hujan pula..gimana kl kita antar sampe rumahnya aja."
Awalnya ibu itu menolak dg alasan rumahnya masih jauh dan tidak searah dg rumah kami, apalagi jalannya sedang rusak parah layaknya sungai kering penuh batu karena sedang dilangsungkan pembangunan jalan Bogor Outer Ring Road.
Sesampai depan komplek rumahnya, hujan sudah mulai turun rintik -rintik, kami terpaksa menampik tawaran untuk singgah, mengingat jam sudah mendekati pukul 9, dan saya harus segera ke pasar, dan merangmpungkan kerjaan dapur malam itu.
Melihat saya termangu, papa Alya meraih tangan saya dan kemudian menggenggamnya,"Mam, kita harus semakin bersyukur atas atap yang telah dianugerahkan Allah untuk kita dan keluarga kita , insyaallah dengan bersyukur dan ikhlas....hati kita akan semakin tenang, semakin nrimo dan menyadari bahwa Allah itu maha besar. Kita janganlah selalu melihat keatas, janganlah semuanya diukur dari sisi duniawi".
Alhamdulillah ya allah, Engkau beri kami kesempatan untuk mempertebal iman kami dengan ikhlas dan syukur, Engkau telah ingatkan kami melalui sesosok Ibu dengan Anaknya.
Ah...alhamdulillah masih diberi umur panjang, mudah mudahan ketemu hari sabtu minggu lagi, saat nya recharge hati kami dg belajar tafsir al quran & hadist. Amien
Bogor, 11 Juni 2009