Thursday, October 22, 2009

Oktober Kelabu

Sepanjang karir perbakulan nasi saya, bukan cuma sekali saya merasakan pahit getirnya roda usaha. Saya sadar bahwa roda itu selalu berputar, kadang diatas, kadang dibawah. Dengan modal yang pas-pasan dan begitu banyak rintangannya tetapi saya tetap berusaha menggerakkan roda-roda warung saya supaya tetap dapat berputar.


Untuk urusan capek, begadang , kurang tidur, dsb itu hanyalah gangguan fisik semata. Artinya obatnya mudah. Tinggal pijet, tidur yang cukup , makan yang banyak, dan harusnya sih olahraga, insyaallah semua akan beres. Tidak..saya tidak sedang mengeluh bahwa saya capek.


Bahkan saya pun tidak merasa hebat dikala ada orderan marathon berari hari dan membuat mata saya harus terjaga berhari hari, karena setelah malam begadang, pagi anter pesanan dilanjutkan dengan ngantor, sepulang kantor mesti belanja lagi, masak lagi, begadang lagi dan seterusnya.
Dimana orang - orang sekitar saya akan berdecak kagum, adik ipar saya -hesti seringkali menginterogasi Piyu - asisten masak saya "hah emang mbak luky juga ikut begadang kalo lagi ada pesenan?? ...jadi mbak luky kapan tidurnya?? abis itu masih kerja? Hebat banget"
Jujur saya tidak merasa hebat sama sekali. Buat saya ini merupakan kewajiban yang harus saya kerjakan. Suatu keharusan. Buat saya ini masalah komitmen dan responsibiliti. Jadi no way kalo saya merasa bangga apalagi hebat....
Bahkan asisten saya (piyu) disaat senggang seringkali berkata, "ibu hebat ya.....segala rupa dikerjain dan dipikirin dari A - Z, gak ada capek-capeknya, kok ibu bisa sih...dan masih tetap perhatian sama kita kita".

Jawaban saya sederhana, semuanya terbayar saat customer saya mengatakan, " mbak...makananmu habis digasak anak anak", "Mbak..makannya enak banget..tks banget ya mbak...", "Mbak..ibuku seneng banget dg masakannya semuanya pas.....". Arggghhhhhh serasa mendengar desir angin surgawi rasanya mendengar atau membaca testimoni mereka.
Bahkan ex teman kantor saya yg menjadi bakul kue pun sempat mengajak untuk berlomba bisa nampang ditabloid masakan. Saya dengan santai menjawab, " maaf ya kita beda trayek nih..bukan kebanggaan buat saya bisa mejeng di tabloid, saya mah cukup offliner ajah".
"Jadi apa dong yg bikin mbak luky bangga?" . Saya amat sangat senang dan bangga ...saat customer saya puas dan bahagia setelah mencicipi masakan saya. Dan satu lagi, seneng dan bangga dah bisa bikin asisten asisten saya yg jumlahnya hanya 3 orang wajahnya berseri seri dikala menerima persenan setiap kali mereka selesai begadang.
So simple. Saya tidak berusaha berpikir yang susah.

Tapi jujur, meskipun saya suka dipuji ,...tapi saya bukanlah orang yang anti kritik. Ada banyak kritik membangun yang lewat telinga saya, " Mbak...irisan kol soto mienya kurang halus....susah dimakannya" atau " Mbak Empalnya sih emang enak ya...tp ayam gorengnya agak biasa aja rasanya" atau kadang " Luky...kemaren urapnya pas agak sore dikit kok udah basi ya" atau ada jg ada pelanggan yg asli sumatera yg salah mendeskripsikan masakan, "luky ....opor ayammu terlalu encer santennya ...kurang nendang" - halah...ingat ya bu..ini opor bukan kari ayam atau gulai ayam...please deh. Tapi saya masih mampu menghadapinya dengan senyum , memberi penjelasan secara baik baik dan semuanya menjadi perbaikan buat saya.

Justru kritik membangun seperti itulah yang menjadikan rasa masakan saya menjadi mantap, sayur asem saya seringkali dipenuhi pujian, sambal terasi saya menjadi pelengkap yang harus diperhitungkan keberadaannya apalagi empal gepuk saya kualitasnya terjaga. Ini berkat kritik membangun itu.

Dan pertengahan oktober lalu adalah betul betul hari yang kelabu, tepatnya hari sabtu tanggal 10 oktober adalah menjadi catatan terkelam sepanjang sejarah kedaikita catering. Hari itu saya betul betul mengutuk kebodohan saya. Hari itu saya sedih sekali, sudah menyakiti perasaan beberapa orang. Amat sangat sedih.

Awalnya saya mendapat order lumayan besar dari salah seorang wanita cantik yg sedang hamil besar. Beliau akan pindahan rumah dari apartemen ke salah satu town house didaerah Kampung Rambutan. Pertengahan puasa beliau meminta tester untuk nasi kuning, krn beliau mau memesan tumpeng. Kebetulan bulan puasa banyak banget orderan nasi kuning, dan setelah mencicipinya beliau langsung suka. Enak banget katanya dan memutuskan untuk pesan kekedaikita catering.


Beliau sudah memberi ancar ancar kapan pesannya, sudah fix tanggalnya, mau pesan dalam jumlah besar, dan variannya macam macam, tumpeng, nasi box, sate ayam, puding segala rupa, buah buahan, kue tampah, snack. Tapi jumlahnya baru diberitahu beberapa hari sebelumnya. Itupun beliau sangat detail dalam memesan makanan, krn yang datang adalah keluarga besar - banyakan sesepuh. Jadi pengennya perfect dalam hal rasa. Bahkan beliau untuk sambal goreng kentang minta hati sapi lokal yang tentunya lebih susah nyari hati sapi lokal dibanding hati sampi impor yang selalu siap tersedia di supermarket, itupun minta harus ditambah udang kecil dan beliau bersedia mengeluarkan extra money untuk hal ini. Untuk Kering tempe teri kacangpun beliau wanti wanti harus sama persis dg yg beliau icipin tempo hari. Tumpengnya pun harus persis dg tumpeng yg saya pajang di headline blog saya.


Ditengah tengah minggu tiba - tiba ada ibu separuh baya yg menelpon saya dan ternyata memesan nasi bogana Untuk 60 Box. Saya menyanggupinya krn antarnya pun dekat dg rumah saya dan nasi bogana beserta lauk pauknya amatlah mudah saja. Ternyata beliau satu alumni dg saya di IPB, dan beliau berkata bahwa beliau amat sangat sering mengadakan acara. Jadi seandainya first impression dia akan memesan lagi -jadi langganan.


Dan hari kamis pagi tiba tiba pelanggan baru saya di astragraphia (yg notebene tiap hari sabtu sering pesan lunch box) menelpon dan akan pesan lunchbox -sebanyak 35 box beserta snack untuk coffee break.

Jujur- saya kemaruk. Serakah. Saya prediksi semua selesai pada waktunya.

Hari kamis saya sudah mulai persiapan, piyu sang asisten sudah saya beri catatan panjang untuk belanja dan saya pun berencana jumat akan pulang agak lebih awal. Ternyata kenyataan belum tentu seindah angan. Piyu menghabiskan hampir 12 jam hanya untuk berbelanja dan hari itu saya pun harus lembur krn bos saya akan meeting di Bangkok. Semua agenda molor semolor molornya. Dengan beban kerja seperti itu, saya dan kru belum sanggup menerima order sebanyak itu dg tukang masak hanya 1 orang, meskipun asisten aktif ada 2 orang.
Dan saking sibuknya kami, alya dan asha main diluar rumah dan terjadilah sesuatu yang membuat saya saat itu menjadi kalang kabut. Asha jatuh terguling guling didepan rumah tetangga, wajah bagian kirinya menggusruk aspal jalan. Berdarah-darah dan otomatis saya panik luar biasa. Saat itu papanya anak-anak sudah seminggu ada di Bengkulu.

Pesanan diantar tidak on time. Amat Sangat terlambat. Amat sangat mengecewakan. Saat itu yg ada dipikiran saya, gimana caranya pesanan ini sampai ditempat customer, masalah customernya marah besar dan mereject pesanan, saya akan menerimanya dengan besar hati. Karena bagaimanapun juga ini murni kesalahan saya. Seenak apapun rasa masakan saya, saya yakin, customer saya tidak akan peduli.

Pelanggan amat sangat kecewa, saat itu saya berusaha tegar untuk menghadapi semua termasuk rasa malu yang amat sangat. Saya berusaha memberitahu mereka bahwa mereka boleh memperlakukan apapun yang mereka mau asalkan sedikit bisa meringankan rasa malu mereka terhadap tamu-tamunya. Duh gusti. Seumur hidup saya, saya merasa hari itu saya merasakan telah melakukan kejahatan luar biasa kepada customer saya. Astaghfirullah......Maafkan dosa hambamu ini ya allah, maafkan hamba yg telah jahat mengecewakan dan mempermalukan perasaan para pelanggan saya - itu teriakan kata hati saya.

Arggghhhh seandainya waktu bisa diputar ulang, saya tidak akan menerima ke-3 order dg jenis masakan yg amat sangat berbeda beda.

Singkat cerita, setelah makanan ada ditangan mereka dan beberapa bagian makanan direject oleh mereka, dan setelah saya meminta maaf yang sebesar besarnya meskipun saya yakin apapun tidak akan bisa menggantikan kekecewaan mereka, saya masuk mobil. Piyu melihat keadaan emosi saya saat itu dg amat prihatin. Tanpa berkata-kata dan melalui pandangan matanya saya tahu dia sedang berusaha menyemangati saya. Tapi perasaan saya terlanjur remuk redam.

Ditengah perjalanan pulang masih sambil menyetir mobil , pertahanan saya jebol, puluhan kubik air mata saya tumpah tak tertahankan, laksana air bah yang berusaha menggenangi hati saya yang sakit tak terperikan. Saya marah dg diri saya sendiri, saya merutuki cara berkerja saya, saya menyalahkan diri saya sendiri. Sebegitu bodohnya kah saya?? Sebegitu jahatnya kah saya?

Stop. Yah saya menyerah. Ini saatnya saya menyerah. Saya tidak akan menambah jumlah orang yg terluka karena saya. Saya belum mampu. Catering tidak hanya identik dg rasa masakan yg selama ini menjadi fokus utama saya. Service ..yah..saya telah melupakan Service.

Asisten saya tidak berani berkata sepatah katapun melihat saya patah arang seperti itu. Diam tergugu. Malam itu hati saya merenung. Merenung dan malas melakukan apapun. Sesekali saja saya masih membetulkan posisi tidur asha yang tidur dengan gelisah, mungkin lukanya menyisakan perih yang mengganggu. Hati saya malam itu pun masih amat sangat sedih dan galau, membayangkan kekecewaan diwajah customer saya. Malam itu saya putuskan untuk berhenti di catering services.

Keesokan hari saya masih harus memenuhi kewajiban saya untuk mengerjakan pesanan soto mie bundanya neng rayya. Subuh itu masih ada sedikit sisa energi untuk mengerjakan pesanan soto mie. Dan saya ajak seluruh anggota keluarga saya untuk mengantarkan pesanan dan sepulangnya saya bermaksud mengajak anak anak dan seluruh asisten saya untuk jalan - jalan dan makan. Tepatnya untuk melipur lara dihati saya. Minggu sore perasaan saya mulai terkendali. Saya mulai bisa menarik garis senyum dibibir saya.

Hari senin pagi, saya bertekad untuk mengakhiri catering service. Saya ingin fokus buka warung. Saya baru merasakan bahwa mengerjakan pesanan jauh lebih menguras emosi saya. Saya selalu khawatir masakan saya tidak berkenan di lidah customer, saya selalu khawatir akan mengecewakan customer.

To be continued.

No comments: